Jika membaca postingan terdahulu tentang fatwa ulama Syiah yang menyebutkan bahwa merokok di bulan ramadhan tidak membatalkan puasa ramadhan
kita menganggapnya sebagai sesuatu yang sangat aneh dan nyeleneh, namun
ternyata ada yang lebih nyeleneh dan lebih gila dalam berfatwa, siapa
lagi kalau bukan ulama Syiah yang berfatwa demikian.
Dialah Sayyid Muhsin Thabathaba'i -Ulama Syiah yang sangat santer dan masyhur- berfatwa dengan teks berikut ini:
(Masalah ke 9) : Jimak (bersenggama) tidak membatalkan puasa jika dia sedang tidur atau terpaksa, dimana hal tersebut bukan dalam kendalinya, sebagaimana juga tidak membatalkan puasa jika dia lupa.
(Masalah ke 10) : Seandainya jika dia bermaksud hanya bermain di paha kemudian masuk pada salah satu lubang farj (dua lubang = qubul/kemaluan dan dubur/pantat), itu tidak membuatnya batal. Namun jika dia bermaksud memasukkannya pada salah satunya kemudian tidak terealisasi maka puasanya batal, karena dia telah berniat melakukan hal yang membatalkan puasa.
(Masalah ke 11) : Jika seorang laki-laki bersetubuh dengan khuntsa (yang memiliki dua kelamin) melalui kemaluannya maka itu tidak membatalkan puasanya si laki-laki dan juga tidak membatalkan puasa si khuntsa.
Buku: Mustamsik Urwatil Wutsqa, Juz 8 hal 243.
Berikut Scan Kitabnya:
Dialah Sayyid Muhsin Thabathaba'i -Ulama Syiah yang sangat santer dan masyhur- berfatwa dengan teks berikut ini:
(Masalah ke 9) : Jimak (bersenggama) tidak membatalkan puasa jika dia sedang tidur atau terpaksa, dimana hal tersebut bukan dalam kendalinya, sebagaimana juga tidak membatalkan puasa jika dia lupa.
(Masalah ke 10) : Seandainya jika dia bermaksud hanya bermain di paha kemudian masuk pada salah satu lubang farj (dua lubang = qubul/kemaluan dan dubur/pantat), itu tidak membuatnya batal. Namun jika dia bermaksud memasukkannya pada salah satunya kemudian tidak terealisasi maka puasanya batal, karena dia telah berniat melakukan hal yang membatalkan puasa.
(Masalah ke 11) : Jika seorang laki-laki bersetubuh dengan khuntsa (yang memiliki dua kelamin) melalui kemaluannya maka itu tidak membatalkan puasanya si laki-laki dan juga tidak membatalkan puasa si khuntsa.
Buku: Mustamsik Urwatil Wutsqa, Juz 8 hal 243.
Berikut Scan Kitabnya:
Fatwa di atas berisi (1) bolehnya bersenggama jika dalam keadaan tidur,
lupa atau terpaksa (2) batal atau tidaknya puasa seseorang dilihat dari
niatnya, bukan perbuatannya, jika berniat hanya bermain disekitar paha
kemudian masuk, maka itu tidak membatalkan puasa. namun jika berniat
memasukkannya kemudian tidak masuk maka puasanya batal. (3) bolehnya
menyetubuhi istri pada pantatnya.
Hukum bersetubuh disaat puasa
Hukum bersenggama (tentunya bersama istri yang sah, bukan bersama pacar
atau istri mut'ah, karena itu pada asalnya haram) bagi orang yang
berpuasa di bulan ramadhan adalah tidak boleh, karena puasa itu menahan
makan, minum dan bersenggama serta hal-hal yang dapat membatalkan puasa.
Namun jika terlanjur bersenggama atau lupa maka hendaknya dia membayar denda/ kaffarah, sebagaimana hadis berikut ini:
Berdalilkan dengan hadits Abu Hurairah -radhiallahu ’anhu- terdahulu.
Dimana seseorang sahabat datang yang berkata kepada Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, binasalah saya!”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, “Apakah yang telah membuatmu binasa?”
Dia berkata, “Saya telah berhubungan intim dengan istriku pada siang hari Ramadhan.“
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau memiliki kemampuan untuk membebaskan seorang budak?”
Dia menjawab, “Tidak.”
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau sanggup untuk berpuasa dua bulan berturut-turut?”
Dia menjawab, “Tidak.”
Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apakah engkau sanggup untuk memberi makan enam puluh orang miskin?”
Dia menjawab, “Tidak.”
Lalu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terduduk, hingga ada
yang membawa setandan kurma kepada beliau Shallallahu ‘alaihi wa
sallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu bersabda kepada
orang tersebut, “Bersedekahlah dengan korma ini.”
Dia bertanya, ”Apakah -sedekah tersebut- kepada yang paling
miskin diantara kami? Karena tidak ada diantara dua batas
desa kami, penduduknya yang lebih butuh dari pada kami.”
Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tertawa hingga geraham
beliau menjadi terlihat, dan bersabda, “Pergilah dan berilah
keluargamu makan dengan kurma ini.”
(HR. al-Bukhari no. 1936 dan Muslim no. 781-782 dan selainnya)
Hukum Menyetubuhi Istri pada Dubur
Tidak boleh (haram) menyetubuhi perempuan pada duburnya atau ketika dia
sedang haid atau nifas. Hal itu termasuk dosa besar, berdasarkan
firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
وَيَسْئَلُونَكَ عَنِ
الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَآءَ فِي الْمَحِيضِ
وَلاَتَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ
مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللهُ إِنَّ اللهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ
وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ {222} نِسَآؤُكُمْ حَرْثُ لَّكُمْ فَأْتُوا
حَرْثَكُمْ أَنَّى شِئْتُمْ {223
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu
adalah kotoran (najis).” Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri
dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka sebelum
mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di
tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang taubat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” (Qs. Al-Baqarah: 222-223)
Dalam ayat ini Allah subhanahu wa ta’ala menerangkan wajibnya
menjauhi perempuan yang sedang haid, sampai mereka bersih dari haidnya.
Hal ini menunjukkan bahwa menyetubuhi mereka yang sedang haid atau
nifas adalah haram. Jika mereka telah suci dengan cara mandi, maka
dibolehkan bagi suaminya untuk mendatanginya sesuai dengan cara yang
telah Allah subhanahu wa ta’ala tetapkan, yaitu menyetubuhinya
pada kemaluan yang merupakan tempat bercocok tanam. Adapun dubur, adalah
bukan tempat bercocok tanam tapi tempat membuang kotoran. Oleh karena
itu, tidak boleh menyetubuhi istri pada duburnya, karena hal itu
merupakan dosa besar dan maksiat yang terang-terangan dalam syariat yang
suci ini. Imam Abu Dawud dan An-Nasaa’i meriwayatkan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berkata:
مَلْعُوْنٌ مَنْ أَتَى امْرَأَةً فِيْ دُبُوْرِهَا
“Dilaknat, orang yang mendatangi perempuan pada duburnya.” (HR. Abu Dawud dan An-Nasaa’i)
Imam At-Turmudzi dan An-Nasaa’i meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَى رَجُلٍ أَتَى رَجُلاً أَوْ امْرَأَةً فِيْ الدُبُرِ
“Allah tidak akan melihat orang laki-laki yang bersetubuh dengan
sesama laki-laki atau orang laki-laki yang menyetubuhi perempuan di
duburnya.” (Sanad kedua hadits tersebut shahih).
Mendatangi perempuan pada duburnya adalah perbuatan liwath yang
diharamkan bagi laki-laki dan perempuan, berdasarkan firman Allah subhanahu wa ta’ala yang mengisahkan tentang kaum nabi Luth ‘alaihi wa sallam:
إِنَّكُمْ لَتَأْتُونَ الْفَاحِشَةَ مَاسَبَقَكُم بِهَا مِنْ أَحَدٍ مِّنَ الْعَالَمِينَ
“Sesungguhnya kalian melakukan perbuatan keji yang belum pernah dilakukan oleh satu orangpun sebelum kalian di alam ini.” (Qs. Al-‘Ankabut: 28)
Oleh: Muh. Istiqamah (Wakil Sekretaris LPPI Indonesia Timur)
Artikel lppimakassar.blogspot.com
-----oOo-----
Dan juga berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:“Allah Subhanahu wa Ta’ala melaknat orang yang berbuat seperti perbuatan kaum Luth.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkannya sebanyak tiga kali.” (HR. Ahmad dengan sanad shahih)
Oleh karena itu, seluruh kaum muslimin wajib menghindari hal itu dan menjauhi segala sesuatu yang telah diharamkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Para suami harus menjauhi perbuatan mungkar ini, begitu juga para istri harus menjauhinya serta tidak memberikan jalan kepada suami mereka untuk melakukan kemungkaran yang besar ini, yaitu bersetubuh ketika haid dan nifas atau bersetubuh pada dubur. Kita mohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala keselamatan bagi kaum muslimin dari segala sesuatu yang bertentangan dengan syariat-Nya yang suci ini. Sesungguhnya Dia adalah Zat yang paling pantas diminta.
Sumber: Fatawa Syaikh Bin Baaz Jilid 2, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Pustaka at-Tibyan
Dan juga berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Allah Subhanahu wa Ta’ala melaknat orang yang berbuat seperti perbuatan kaum Luth.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengucapkannya sebanyak tiga kali.” (HR. Ahmad dengan sanad shahih)
Oleh karena itu, seluruh kaum muslimin wajib menghindari hal itu dan menjauhi segala sesuatu yang telah diharamkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala. Para suami harus menjauhi perbuatan mungkar ini, begitu juga para istri harus menjauhinya serta tidak memberikan jalan kepada suami mereka untuk melakukan kemungkaran yang besar ini, yaitu bersetubuh ketika haid dan nifas atau bersetubuh pada dubur. Kita mohon kepada Allah subhanahu wa ta’ala keselamatan bagi kaum muslimin dari segala sesuatu yang bertentangan dengan syariat-Nya yang suci ini. Sesungguhnya Dia adalah Zat yang paling pantas diminta.
Sumber: Fatawa Syaikh Bin Baaz Jilid 2, Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Pustaka at-Tibyan
Dan juga berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam:
“Allah Subhanahu wa Ta’ala melaknat orang yang berbuat seperti perbuatan kaum Luth.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengu
“Allah Subhanahu wa Ta’ala melaknat orang yang berbuat seperti perbuatan kaum Luth.” Beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengu
2 Response to Fatwa Sesat Syi'ah : Bersetubuh Tidak Membatalkan Puasa!
Wahabi nih
merasa benar nih orang-___- ga takut dibakar di neraka lo?
Posting Komentar