Tidak bosan-bosannya kaum Syi'ah para penyembah selangkangan memamer kebodohan. Diantara kebodohan mereka adalah dengan menuduh Ahlus Sunnah bahwasanya Ahlus Sunnah telah menghina Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam karena meyakini riwayat Al-Imam Al-Bukhari rahimahullaahu Ta'aalaa mengenai bolehnya membuang air kecil dalam keadaan berdiri.
Riwayat yang dimaksud adalah; dari Hudzaifah radhiyallaahu 'anhu, berkata :
“Aku pernah berjalan bersama Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam, saat kami sampai di tempat pembuangan sampah suatu kaum beliau kencing sambil berdiri, maka aku pun menjauh dari tempat tersebut. Akan tetapi beliau bersabda, “Mendekatlah,” aku pun menghampiri beliau hingga aku berdiri di belakang kedua tumitnya. Kemudian beliau berwudlu dengan mengusap di atas kedua khuf (sepatu) beliau.” [HR. Al-Bukhari no. 225 dan Muslim no. 273]
Hadits ini jelas shahih, namun kaum Syi'ah dengan segala kebodohan mereka memahaminya dengan bathil hingga berasumsi bahwasanya Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam menunjukkan kemaluan beliau kepada Hudzaifah karena sabda beliau “Mendekatlah,” -Na'udzubillah- ini sungguh merupakan diantara ketololan paling hina yang keluar dari mulut rafidhah hingga mereka menyebut riwayat tsb sebagai riwayat yang ghalil adab.
Padahal bila diperhatikan tidak ada sama sekali pada riwayat tsb yang menunjukkan bahwa Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam dan Hudzaifah berbuat demikian.
Apa yang disebutkan ialah Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam memanggilnya supaya mendekat kepada Beliau. Apakah tujuan Beliau memanggil Hudzaifah?
Tujuannya seperti yang disebutkan oleh Al-Imam An-Nawawi rahimahullaahu Ta'aalaa :
"Hudzaifah berdiri dekat dengan Beliau (Shallallaahu 'Alaihi Wasallam) untuk menutupi Beliau dari (pandangan) manusia dan inilah yang dikatakan oleh Al-Qadhiy Hasan Zhahir, Wallaahu A'lam." [Syarah Shahih Muslim, Bab Menyapu Dua Khuf hal. 507, lihat : http://www.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?bk_no=53&ID=106&idfrom=638&idto=825&bookid=53&startno=73]
Maka jelas bahwa tujuan Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam memanggil Hudzaifah radhiyallaahu 'anhu sekedar untuk sebagai penghalang dalam menutupi pandangan manusia kepada Beliau. Selain itu difahami bahwa setelah membuang air kecil, Sunnah menyapu khuf juga dapat diperhatikan oleh Hudzaifah radhiyallaahu 'anhu.
Tidak sampai sini saja, meskipun ini sudah jelas, namun kaum Syi'ah tetap tidak bisa menerima dikarenakan membuang air kecil sambil berdiri walau di kala sendiri tetap merupakan sesuatu yang ghalil adab di mata mereka.
Maka ketahuilah wahai hamba-hamba mut'ah, wahai kaum yang buta dari hikmah.. Sesungguhnya Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam tidaklah membuang air kecil dalam keadaan berdiri kecuali karena darurat, dan pada riwayat di atas dari Hudzaifah, sangat jelas tempat ketika itu berada di lokasi pembuangan sampah yang tentu sulit untuk duduk. Dan itu juga sebagai rukhshah untuk Kaum Muslimin ketika mereka dalam keadaan demikian.
Dan para 'ulama pun membolehkan membuang air kecil dalam keadaan berdiri dengan syarat aurat tidak terlihat, dan air kecil tsb tidak mengena pada tubuh dan pakaian. Jika syarat ini tidak terpenuhi, maka membuang air kecil dalam keadaan duduk lebih diutamakan, dan memang inilah yang kebanyakannya beliau lakukan, yakni membuang air kecil dalam keadaan duduk. Dari 'Aisyah radhiyallaahu 'anhaa, berkata:
“Barangsiapa yang menceritakan kepada kalian bahwa Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam buang air kecil sambil berdiri maka janganlah kalian percayai, karena beliau tidak pernah buang air kecil kecuali dengan duduk.” [HR. At-Tirmizi no. 12 dan An-Nasai no. 29]
Maka hadits ini menunjukkan bahwa di rumah 'Aisyah, Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam tidak pernah membuang air kecil dalam keadaan berdiri. Hadits ini tidak bertentangan dengan Hadits pada awal pemaparan. Penafian 'Aisyah di sini hanya sebatas pengetahuan beliau, sementara Hudzaifah telah menetapkan bahwa beliau membuang air kecil dalam keadaan berdiri. Dan telah maklum bahwa yang menetapkan didahulukan daripada yang menafikan. Karena yang menetapkan mengetahui apa yang tidak diketahui oleh yang menafikan.
Lagi-lagi tidak sampai disini saja, kaum Syi'ah masih berkepala batu dengan kebodohan mereka. Berikut ini diantara para pemeluk agama Syi'ah level recehan alias himar yang berkoar-koar demikian.
كُنْتُ مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَانْتَهَى إِلَى سُبَاطَةِ قَوْمٍ فَبَالَ قَائِمًا فَتَنَحَّيْتُ فَقَالَ ادْنُهْ فَدَنَوْتُ حَتَّى قُمْتُ عِنْدَ عَقِبَيْهِ فَتَوَضَّأَ فَمَسَحَ عَلَى خُفَّيْهِ
“Aku pernah berjalan bersama Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam, saat kami sampai di tempat pembuangan sampah suatu kaum beliau kencing sambil berdiri, maka aku pun menjauh dari tempat tersebut. Akan tetapi beliau bersabda, “Mendekatlah,” aku pun menghampiri beliau hingga aku berdiri di belakang kedua tumitnya. Kemudian beliau berwudlu dengan mengusap di atas kedua khuf (sepatu) beliau.” [HR. Al-Bukhari no. 225 dan Muslim no. 273]
Hadits ini jelas shahih, namun kaum Syi'ah dengan segala kebodohan mereka memahaminya dengan bathil hingga berasumsi bahwasanya Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam menunjukkan kemaluan beliau kepada Hudzaifah karena sabda beliau “Mendekatlah,” -Na'udzubillah- ini sungguh merupakan diantara ketololan paling hina yang keluar dari mulut rafidhah hingga mereka menyebut riwayat tsb sebagai riwayat yang ghalil adab.
Padahal bila diperhatikan tidak ada sama sekali pada riwayat tsb yang menunjukkan bahwa Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam dan Hudzaifah berbuat demikian.
Apa yang disebutkan ialah Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam memanggilnya supaya mendekat kepada Beliau. Apakah tujuan Beliau memanggil Hudzaifah?
Tujuannya seperti yang disebutkan oleh Al-Imam An-Nawawi rahimahullaahu Ta'aalaa :
وأقام حذيفة بقربه ليستره عن الناس . وهذا الذي قاله القاضي حسن ظاهر . والله أعلم
"Hudzaifah berdiri dekat dengan Beliau (Shallallaahu 'Alaihi Wasallam) untuk menutupi Beliau dari (pandangan) manusia dan inilah yang dikatakan oleh Al-Qadhiy Hasan Zhahir, Wallaahu A'lam." [Syarah Shahih Muslim, Bab Menyapu Dua Khuf hal. 507, lihat : http://www.islamweb.net/newlibrary/display_book.php?bk_no=53&ID=106&idfrom=638&idto=825&bookid=53&startno=73]
Maka jelas bahwa tujuan Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam memanggil Hudzaifah radhiyallaahu 'anhu sekedar untuk sebagai penghalang dalam menutupi pandangan manusia kepada Beliau. Selain itu difahami bahwa setelah membuang air kecil, Sunnah menyapu khuf juga dapat diperhatikan oleh Hudzaifah radhiyallaahu 'anhu.
Tidak sampai sini saja, meskipun ini sudah jelas, namun kaum Syi'ah tetap tidak bisa menerima dikarenakan membuang air kecil sambil berdiri walau di kala sendiri tetap merupakan sesuatu yang ghalil adab di mata mereka.
Maka ketahuilah wahai hamba-hamba mut'ah, wahai kaum yang buta dari hikmah.. Sesungguhnya Nabi Shallallaahu 'Alaihi Wasallam tidaklah membuang air kecil dalam keadaan berdiri kecuali karena darurat, dan pada riwayat di atas dari Hudzaifah, sangat jelas tempat ketika itu berada di lokasi pembuangan sampah yang tentu sulit untuk duduk. Dan itu juga sebagai rukhshah untuk Kaum Muslimin ketika mereka dalam keadaan demikian.
Dan para 'ulama pun membolehkan membuang air kecil dalam keadaan berdiri dengan syarat aurat tidak terlihat, dan air kecil tsb tidak mengena pada tubuh dan pakaian. Jika syarat ini tidak terpenuhi, maka membuang air kecil dalam keadaan duduk lebih diutamakan, dan memang inilah yang kebanyakannya beliau lakukan, yakni membuang air kecil dalam keadaan duduk. Dari 'Aisyah radhiyallaahu 'anhaa, berkata:
مَنْ حَدَّثَكُمْ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَبُولُ قَائِمًا فَلَا تُصَدِّقُوهُ مَا كَانَ يَبُولُ إِلَّا قَاعِدًا
“Barangsiapa yang menceritakan kepada kalian bahwa Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam buang air kecil sambil berdiri maka janganlah kalian percayai, karena beliau tidak pernah buang air kecil kecuali dengan duduk.” [HR. At-Tirmizi no. 12 dan An-Nasai no. 29]
Maka hadits ini menunjukkan bahwa di rumah 'Aisyah, Nabi Shallallaahu ‘Alaihi Wasallam tidak pernah membuang air kecil dalam keadaan berdiri. Hadits ini tidak bertentangan dengan Hadits pada awal pemaparan. Penafian 'Aisyah di sini hanya sebatas pengetahuan beliau, sementara Hudzaifah telah menetapkan bahwa beliau membuang air kecil dalam keadaan berdiri. Dan telah maklum bahwa yang menetapkan didahulukan daripada yang menafikan. Karena yang menetapkan mengetahui apa yang tidak diketahui oleh yang menafikan.
Lagi-lagi tidak sampai disini saja, kaum Syi'ah masih berkepala batu dengan kebodohan mereka. Berikut ini diantara para pemeluk agama Syi'ah level recehan alias himar yang berkoar-koar demikian.
Dari perkataan mereka, sangat jelas bahwa mereka amat mengingkari dan membenci perbuatan tsb, namun begitulah kualitas recehan yang miskin terhadap kitab-kitabnya sendiri, padahal terdapat riwayat shahih dalam kitab mereka sendiri yang Imam Makshum mereka justru tidak melarang hal tsb, begitu juga fatwa ulama mereka yang membolehkannya. Mari kita lihat :
'Ali bin Ibrahim, dari ayahnya, dari Ibn Abi Umair, dari seorang lelaki, dari Abu 'Abdillah 'alaihis salam, katanya, aku bertanya kepadanya (Imam) mengenai seorang yang kencing dan dia dalam keadaan berdiri, (bagaimana hukumnya) ? Beliau menjawab : "Tidak apa-apa dengannya." [Al-Kafi juz 6 hal. 500 riwayat nomor 18 dari Bab Al-Hammam : http://www.al-shia.org/html/ara/books/lib-hadis/al-kafi-6/20.htm#06]
Al-Majlisi dalam Miratul 'Uqul juz 22 hal. 402 menyatakan bahwa hadits ke 18 dari Bab Al-Hammam tsb adalah Muwatstsaq (dipercaya).
(الحديث الثامن عشر)
(2): موثق
Lihat : http://gadir.free.fr/Ar/Ehlibeyt/kutub2/Mirat_ul_Ukul/022.htm
Other ref, look at here : http://www.alrad.net/hiwar/tkous/1.htm
Sebagian dari Syi'ah mencoba melemahkan riwayat tsb dan menafikan penilaian Muwatstsaq dari Al-Majlisi disebabkan pada sanadnya terdapat yang seorang yang majhul (tidak diketahui) yaitu tatkala periwayatan Ibn Abi Umair dari Rajul (Seorang laki-laki), siapakah orang tsb? bagaimana kedudukannya dalam kitab rijal sedangkan ia tidak diketahui? Atas dasar ini Syi'ah menilai riwayat tsb menjadi dha'if karena mursal.
Namun itulah kata recehan, seandainya mereka banyak membaca kitab-kitab rijal mereka, para ulama mereka sendiri pun justru menerima dan menshahihkan periwayatan Ibn Abi Umair dari seorang lelaki tsb dengan alasan bahwa tidaklah Ibn Abi Umair mengambil riwayat kecuali pasti dari seorang yang tsiqah, maka riwayat mursal Ibn Abi Umair tsb shahih. Berikut ini beberapa ulama yang menerima mursal Ibn Abi Umair, dan ianya shahih :
Al-Muhaqqiq As-Sabzawari berkata :
"Diriwayatkan FI ASH-SHAHIH dari Ibn Abi Umair dari seorang lelaki..."
علي بن إبراهيم، عن أبيه، عن ابن أبي عمير، عن رجل، عن أبي عبدالله (عليه السلام) قال: سألته عن الرجل يطلي فيبول وهو قائم؟ قال: لا بأس به
'Ali bin Ibrahim, dari ayahnya, dari Ibn Abi Umair, dari seorang lelaki, dari Abu 'Abdillah 'alaihis salam, katanya, aku bertanya kepadanya (Imam) mengenai seorang yang kencing dan dia dalam keadaan berdiri, (bagaimana hukumnya) ? Beliau menjawab : "Tidak apa-apa dengannya." [Al-Kafi juz 6 hal. 500 riwayat nomor 18 dari Bab Al-Hammam : http://www.al-shia.org/html/ara/books/lib-hadis/al-kafi-6/20.htm#06]
Al-Majlisi dalam Miratul 'Uqul juz 22 hal. 402 menyatakan bahwa hadits ke 18 dari Bab Al-Hammam tsb adalah Muwatstsaq (dipercaya).
(الحديث الثامن عشر)
(2): موثق
Lihat : http://gadir.free.fr/Ar/Ehlibeyt/kutub2/Mirat_ul_Ukul/022.htm
Other ref, look at here : http://www.alrad.net/hiwar/tkous/1.htm
Sebagian dari Syi'ah mencoba melemahkan riwayat tsb dan menafikan penilaian Muwatstsaq dari Al-Majlisi disebabkan pada sanadnya terdapat yang seorang yang majhul (tidak diketahui) yaitu tatkala periwayatan Ibn Abi Umair dari Rajul (Seorang laki-laki), siapakah orang tsb? bagaimana kedudukannya dalam kitab rijal sedangkan ia tidak diketahui? Atas dasar ini Syi'ah menilai riwayat tsb menjadi dha'if karena mursal.
Namun itulah kata recehan, seandainya mereka banyak membaca kitab-kitab rijal mereka, para ulama mereka sendiri pun justru menerima dan menshahihkan periwayatan Ibn Abi Umair dari seorang lelaki tsb dengan alasan bahwa tidaklah Ibn Abi Umair mengambil riwayat kecuali pasti dari seorang yang tsiqah, maka riwayat mursal Ibn Abi Umair tsb shahih. Berikut ini beberapa ulama yang menerima mursal Ibn Abi Umair, dan ianya shahih :
Al-Muhaqqiq As-Sabzawari berkata :
رواه في الصحيح عن ابن أبي عمير عن رجل
"Diriwayatkan FI ASH-SHAHIH dari Ibn Abi Umair dari seorang lelaki..."
- Source : Dzakhairatul Ma'ad, juz 1 qaf 2 hal. 373
- Lihat : http://shiaonlinelibrary.com/الكتب/213_ذخيرة-المعاد-ط-ق-المحقق-السبزواري-ج-١ق٢/الصفحة_198
Al-'Allamah Al-Hilli berkata :
"Yaitu apa yang diriwayatkan Syaikh FI ASH-SHAHIH dari Ibn Abi Umair dari seorang lelaki..."
ما رواه الشيخ في الصحيح عن ابن أبي عمير عن رجل
"Yaitu apa yang diriwayatkan Syaikh FI ASH-SHAHIH dari Ibn Abi Umair dari seorang lelaki..."
- Source : Muntaha Al-Muththalib juz 1 hal. 90
- Lihat : http://www.shiaonlinelibrary.com/الكتب/107_منتهى-المطلب-ط-ق-العلامة-الحلي-ج-١/الصفحة_90
Dan masih banyak lagi seperti Al-Majlisi dalam Miratul 'Uqul 11/179, juga Syahid Ats-Tsani dalam Masail Al-Afham 7/343. Ja'far Subhani turut menukil pernyataan Al-Hilli dari Al-Mu'tabar yang setelah menyebutkan riwayat mursal Ibn Abi 'Umair, Al-Hilli menyatakan :
"Dan atas dasar hal ini, para Ashhaab (ulama-ulama Syi'ah) telah mengamalkan dengannya, maka tidak ada ruang untuk mencela (mengingkari) jalan mursal ini karena para Ashhaab (ulama-ulama Syi'ah) telah beramal dengan marasil Ibn Abi Umair"
Dan Ja'far Subhani juga mengutip Al-Fadhil Al-Abi, dia adalah Hasan ibn Abi Thalib yang dikenal sebagai Abi Tarat, dia menyatakan mengenai mursal Ibn Abi 'Umair sbb :
Dan hal ini, meskipun mursal, tetapi para ashhaab (ulama-ulama Syi'ah) beramal dengan marasil Ibn Abi 'Umair. Mereka (para Ulama Syi'ah) berkata : "Karena sesungguhnya dia (Ibn Abi 'Umair) tidaklah mengambil riwayat kecuali yang muktamad (dapat dijadikan pegangan)". [Kulliyat Fi 'Ilmi Ar-Rijal hal. 210 : http://rafed.net/booklib/view.php?type=c_fbook&b_id=149&page=206#211]
Dan masih sangat banyak lagi bukti penerimaan para ulama Syi'ah terhadap riwayat mursal Ibn Abi 'Umair. Jadi semakin jelas bahwa riwayat pada Al-Kafi di atas adalah shahih, para ulama Syi'ah menerima periwayatan mursal Ibn Abi Umair, mereka juga beramal berdasarkan dengan riwayat-riwayat mursal Ibn Abi 'Umair karena ianya shahih.
وعلى هذه عمل الأصحاب ولا طعن في هذه بطريق الإرسال ، لعمل الأصحاب بمراسيل ابن أبي عمير
"Dan atas dasar hal ini, para Ashhaab (ulama-ulama Syi'ah) telah mengamalkan dengannya, maka tidak ada ruang untuk mencela (mengingkari) jalan mursal ini karena para Ashhaab (ulama-ulama Syi'ah) telah beramal dengan marasil Ibn Abi Umair"
Dan Ja'far Subhani juga mengutip Al-Fadhil Al-Abi, dia adalah Hasan ibn Abi Thalib yang dikenal sebagai Abi Tarat, dia menyatakan mengenai mursal Ibn Abi 'Umair sbb :
وهذه وان كانت مرسلة ، لكن الأصحاب تعمل بمراسيل ابن ابي عمير ، قالوا : لانه لا ينقل إلا معتمداً
Dan hal ini, meskipun mursal, tetapi para ashhaab (ulama-ulama Syi'ah) beramal dengan marasil Ibn Abi 'Umair. Mereka (para Ulama Syi'ah) berkata : "Karena sesungguhnya dia (Ibn Abi 'Umair) tidaklah mengambil riwayat kecuali yang muktamad (dapat dijadikan pegangan)". [Kulliyat Fi 'Ilmi Ar-Rijal hal. 210 : http://rafed.net/booklib/view.php?type=c_fbook&b_id=149&page=206#211]
Dan masih sangat banyak lagi bukti penerimaan para ulama Syi'ah terhadap riwayat mursal Ibn Abi 'Umair. Jadi semakin jelas bahwa riwayat pada Al-Kafi di atas adalah shahih, para ulama Syi'ah menerima periwayatan mursal Ibn Abi Umair, mereka juga beramal berdasarkan dengan riwayat-riwayat mursal Ibn Abi 'Umair karena ianya shahih.
Maka tidak heran pula tatkala ulama mereka, Ali As-Sistani ditanya pada soal ke 26 sbb :
هل يجوز التبول واقفاً في حال ضمان عدم وصول النجاسة الى الجسم او الملابس ؟
"Apakah dibolehkan kencing berdiri dengan jaminan tidak sampai menajiskan badan atau pakaian?"
Fatwa :
يجوز
"BOLEH."
Mari wahai recehan-recehan Syi'ah, ludahi lagi kitab dan kalam para ulama kalian sendiri, karena itulah kualitas recehan dan kalian pantas untuk itu. Jika memang membuang air kecil dalam keadaan berdiri adalah sesuatu yang ghalil adab di mata kalian, maka :
- Apakah imam kalian yang makshum dan ulama kalian pada pemaparan di atas adalah kurang ajar karena membolehkan sesuatu yang kalian sebut ghalil adab itu?
- Dan bagaimana halnya dengan mut'ah alias kawin kontrak??
- Apakah ketika ibu, istri, putri, dan kerabat-kerabat wanita kalian sedang beribadah kawin kontrak tanpa saksi sebagaimana dihalalkan dan amat dimuliakan pada ajaran agama kalian itu adalah suatu perbuatan yang menjunjung tinggi nilai adab??
- atau jangan-jangan otak kalian memang terbalik ???
-----oOo-----
1 Response to Syi'ah Dan Membuang Air Kecil Dalam Keadaan Berdiri
Syukran akhiy atas artikel ini. Terbaik akhiy Jaser! (Y)
Posting Komentar