Betapa kurang ajarnya para pemeluk agama Syi'ah, saking ghuluwnya mereka terhadap 'Ali radhiyallaahu 'anhu hingga mencapai watak yang merendahkan para Nabi 'alaihim as-salam dengan menyatakan bahwa Mereka diciptakan untuk berwilayah kepada 'Ali! Pernyataan ini berkonsekuensi bahwa tujuan mereka diciptakan berlepas diri tujuan untuk hanya menyembah Allah semata, berlepas pula dari tujuan dakwah untuk menegakkan Tauhid.
Mari kita simak, disebutkan oleh dedengkot Al-Mufid pada kitabnya Al-Ikhtishash sbb :
عن المفضل بن عمر قال: قال لي أبو عبد الله عليه السلام: إن الله تبارك و تعالى توحد بملكه فعرف عباده نفسه، ثم فوض إليهم أمره وأباح لهم جنته فمن أراد الله أن يطهر قلبه من الجن والإنس عرفه ولايتنا ومن أراد أن يطمس على قلبه أمسك عنه معرفتنا
ثم قال يا مفضل والله ما استوجب آدم أن يخلقه الله بيده وينفخ فيه من روحه إلا بولاية علي عليه السلام، وما كلم الله موسى تكليما " إلا بولاية علي عليه السلام، ولا أقام الله عيسى ابن مريم آية للعالمين إلا بالخضوع لعلي عليه السلام، ثم قال: أجمل الأمر ما استأهل خلق من الله النظر إليه إلا بالعبودية لنا
dari Al-Mufadhal bin 'Umar, berkata Abu 'Abdillah 'alaihis salam bersabda kepadaku : "Sesungguhnya Allah Tabaraka Wa Ta'ala itu adalah Tuhan Yang Maha Esa dan memberikan pada hamba-hambaNya pengetahuan akan hal itu, kemudian Allah memasrahkan perkara-Nya pada hamba-hambaNya dan memperbolehkan hamba-hambaNya untuk menikmati Surganya. Maka barangsiapa yang menginginkan hatinya disucikan dari jin dan manusia maka Allah mema'rifatkan orang tersebut akan wilayah kami. Dan barangsiapa ingin dihilangkan hatinya dari kesucian maka Allah akan mengambil ma'rifat akan wilayah kepada kami dari orang tersebut. Kemudian Abu 'Abdillah 'alaihis salam bersabda: ''wahai mufadhal, Demi Allah, tidaklah mewajibkan Adam yang dimana Allah menciptakan Adam dengan Tangan-Nya dan meniupkan ruh pada Adam kecuali agar Adam berwilayah kepada 'Ali 'alaihis salam. Dan tidaklah Allah telah berbicara kepada Musa 'alaihis salam secara langsung itu kecuali dengan tujuan agar Musa juga berwilayah kepada 'Ali 'alaihis salam. Dan tidaklah Allah telah menciptakan 'Isa 'alaihis salam putra Maryam sebagai bentuk tanda kebesaran Allah bagi alam semesta itu kecuali dengan tujuan agar 'Isa 'alaihis salam merendahkan diri kepada 'Ali 'alaihis salam. Kemudian Abu 'Abdillah 'alaihis salam melanjutkan sabdanya ''seindah-indahnya perkara itu adalah makhluq yang dijadikan ahli melihat Allah, yang pastilah ditetapkan baginya agar ber-'ubudiyah kepada kami (para imam)."
Al-Ikhtishash oleh Al-Mufid hal. 250 : http://shiaonlinelibrary.com/الكتب/1300_الاختصاص-الشيخ-المفيد/الصفحة_262
-----oOo-----
3 Response to Para Nabi 'Alaihim As-Salam Diciptakan Untuk Berwilayah Kepada 'Ali!!
Ada rafidhiy mengingkari riwayat di atas dengan alasan keberadaan Ibnu Sinan dan Al-Mufadhdhal bin ‘Umar yang keduanya diperselisihkan, dan mursalnya riwayat Al-Mufid di atas. Ini adalah penghukuman yang sembrono dan terlalu terburu-buru. Melihat dari gaya bahasanya, dia seperti tidak suka apabila yang seperti itulah hakikat Syi’ah yang meyakini para Nabi ‘alaihim as-salam berwilayah kepada ‘Ali. Dan ini yang akan kita buktikan dan kita bantah hujjah ngawurnya.
Pertama, sebelum membahas Ibnu Sinan dan Al-Mufadhdhal bin ‘Umar, terlebih dahulu kita akan menerangkan mengenai manhaj periwayatan Al-Mufid dalam Al-Ikhtishash agar tidak ngawur dikatakan mursal seenak jidat rafidhiy tersebut. Jika dikatakan mursal maka ini akan mengakibatkan kecacatan parah bagi kitab Al-Ikhtishash itu sendiri. Mengapa? Sebab banyak dari periwayatan Al-Mufid dalam kitabnya tersebut dengan shighah “Qaala” langsung kepada Imam Makshum dan tidak disebutkan sanadnya.
Contoh dekat, dari halaman 250 yang dibahas di atas, silahkan lihat ke halaman-halaman sebelumnya yaitu hal. 245 yang Al-Mufid menyebutkan; “Ash-Shadiq bersabda”, “Al-Baqir bersabda” dan ada beberapa disitu. Lalu lihat pentahqiq menyebutkan bahwa kesemuanya turut dinukil oleh Al-Majlisi dalam Biharul Anwar. Dan Al-Majlisi memang hanya menyebutkan seperti itu pula tanpa sanad. Contoh dari yang pertama pada hal. tsb:
وقال الصادق عليه السلام: إذا أردت أن تختبر عقل الرجل في مجلس واحد فحدثه في خلال حديثك بما لا يكون فإن أنكره فهو عاقل وإن صدقه فهو أحمق
Pentahqiq mengatakan juz 1 hal. 43, namun didapati pada juz 1 hal. 131 no. 28. Al-Majlisi memberi keterangan dari Al-Ikhtishash dimulai pada no. 24. Dan riwayat ini dijadikan hujjah olehnya dalam bab junud aql. Riwayat demikian dijadikan hujjah pula oleh ulama Syi’ah lainnya dalam kitab mereka. Contoh dalam kitab Washaya Ar-Rasul Li Zauji Al-Batul hal. 160 yang pentahqiq menyebutkan dari Biharul Anwar 1/131 no. 28 pula. Ini adalah petanda dijadikan hujjah, karena mereka tidak menilai mursal periwayatan Al-Ikhtishash tersebut. Mereka tahu metode periwayatan Al-Mufid dan itu yang akan dibahas berikutnya. Dan begitu pula yang lainnya dari riwayat Al-Ikhtishah yang dinukil oleh Al-Majlisi. Jika mursal seperti kata rafidhiy tersebut, tentu tidak akan dijadikan hujjah.
Begitu pula riwayat yang sedang dipermasalahkan olehnya (Al-Ikhtishash 250), itu pun dijadikan hujjah oleh:
1. Oleh Al-Majlisi sebagaimana yang dia nukil di blognya.
2. Oleh Sayyid ‘Ali ‘Asyur dalam kitabnya Al-Wilayah At-Takwiniyah Li Aali Muhammad ‘alaihim as-salam (melihat dari judulnya anda sudah tahu maknanya) hal. 126 dan pentahqiq juga menyebutkan sumbernya dari Biharul Anwar yang dinukil dari Al-Ikhtishash.
3. Oleh ‘Ali Abu Ma’asy dalam Al-Arba’in fi Hubb Amir Al-Mukminin ‘alaihis salam juz 2 pada pasal ke-80 yaitu “Fi Wilayatil Anbiya Li Ahlil Bait ‘Alaihim As-Salam” (Para Nabi ‘alaihim as-salam berwilayah kepada Ahlul Bait). Silahkan lihat disini pada riwayat no 2: http://www.haydarya.com/maktaba_moktasah/03/book_71/part02/08.html (Diriwayatkan oleh Syaikh Al-Mufid dalam Al-Ikhtishash dari Ibnu Sinan…..dst)
Dan dalam muqaddimahnya si muallif berkata:
هذا كتاب «الأربعين في حب أمير المؤمنين علي بن أبي طالب(عليه السلام)» ويضم على ما يقارب الألفين من الأحاديث المتواترة والموثقة والصحيحة سنداً
“Ini adalah kitab Al-Arba’in fi Hubb Amir Al-Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib ‘alaihis salam. Mencakup hampir dua ribu hadits-hadits mutawatir, terpercaya, dan shahih sanadnya” [Klik bagian Muqaddimah: http://www.haydarya.com/maktaba_moktasah/03/book_71/part01/main.htm]
Masih banyak dari yang berhujjah dengan riwayat tersebut kalau saya mau paparkan disini, namun sampai disini jelas bagi kita bahwa riwayat tersebut tidaklah seperti penilaian si rafidhiy tersebut. Justru sebaliknya, ia shahih dan akan diperkuat lagi dengan apa yang akan dijelaskan berikutnya.
Berikut beberapa keterangan dari para ulama Syi’ah mengenai periwayatan Al-Mufid. Pertama, oleh Ayatusy-Syaithan Jamil Al-‘Amiliy, dia berkata:
وذلك لأن نقل المفيد للروايات ليس منحصراً بمشايخه فقط ولكن للرواية طريق آخر غير مشايخه الذين اعتاد النقل عنهم
“Hal itu karena penukilan Al-Mufid pada riwayat-riwayat tidaklah terbatas dengan syaikh-syaikhnya saja tetapi dia juga menukil riwayat-riwayat jalur lain dari selain syaikh-syaikhnya yang dia biasa menukil dari mereka” [http://www.aletra.org/subject.php?id=717]
Tetapi hal ini masih bisa ditakwil bahwa nukilan yang dimaksud masih sebatas pada satu thabaqah di atasnya, namun dijelaskan disini oleh Al-‘Allamah Muhammad Mahdiy As-Sayyid Hasan Al-Musawiy Al-Khurasan Ar-Rafidhiy :
إذ أنّ الشيوخ المبدوءة بهم الأسانيد يختلفون في طبقاتهم، فمنهم من شيوخ المفيد(رحمه الله) كأبي غالب الزراري وابن قولويه والصدوق وأضرابهم، ومنهم من طبقة شيوخ هؤلاء المشايخ كمحمّد بن موسى بن المتوكّل، ومحمّد بن الحسن بن أحمد بن الوليد، وأحمد بن هارون الفامي وأمثالهم، ومنهم من هو أعلى طبقة وأبعد زمناً.
وهذا في نظري أمر طبيعي بالنسبة لكتابنا، بعد أن عرفنا أ نّه مستخرج من كتب الأكابر، واُولئكم الأكابر لابدّ من تفاوت شيوخهم لتفاوت طبقاتهم، ومؤلّف كتابنا(رحمه الله) إنّما استخرج من كتبهم أحاديث كما هي سنداً ومتناً، ولا يلزمه أن يكون كلّ رجال أوائل الإسناد من شيوخه، بل يمكن أن يكون فيهم من شيوخه ومن غيرهم ممّن هو أعلى وأقدم بطبقة أو أكثر، بحسب طبقات أصحاب الكتب الأصلية.
“Sesungguhnya syaikh-syaikh yang awal dalam sanad berbeda dalam thabaqah mereka. Diantara mereka termasuk dari syaikh-syaikhnya Al-Mufid seperti Abu Ghalib Az-Zarariy, Ibnu Qulaiwayh, Ash-Shaduq, dan yang semisal mereka. Dan diantara mereka pula adalah dari syaikh-syaikhnya para syaikh Al-Mufid tersebut seperti Muhammad bin Musa bin Al-Mutawakkil, Muhammad bin Al-Hasan bin Ahmad bin Al-Walid, Ahmad bin Harun Al-Famiy, dan yang semisal mereka. Dan diantara mereka adalah dari yang lebih tinggi thabaqahnya dan lebih jauh secara zaman. Hal ini dalam pandanganku adalah perkara yang biasa setelah kami mengetahui bahwa kitab tersebut (Al-Ikhtishah) adalah kitab Mustakhraj dari kitab-kitab para ulama besar. Dan para ulama besar tersebut pastilah berbeda-beda syaikh mereka karena berbedanya thabaqah mereka. Dan muallif kitab kami (Al-Mufid) beliau mengistakhraj hadits-hadits dari kitab-kitab mereka, sanad dan matan. Maka tidaklah harus setiap rijal (perawi) pada awal sanad adalah dari syaikhnya. Bahkan bisa pada mereka ada dari syaikh-syaikhnya dan dari selain mereka yang lebih tinggi dan lebih terdahulu pada thabaqah atau lebih banyak berdasarkan thabaqah-thabaqah para ashhaab (ulama) kitab-kitab asal (yang di-istakhraj).” [http://www.haydarya.com/nashatat/kotob_torath/g1/12.htm]
Dari hal ini kita mengetahui mengapa manhaj periwayatan Al-Mufid dalam Al-Ikhtishash demikian. Lalu kembali kepada Jamil Al-‘Amiliy, ada point penting yaitu dia berkata:
وبالبيان المتقدم يثبت أيضاً صحة روايات الإختصاص
“Dan dengan penjelasan sebelumnya juga menetapkan shahihnya riwayat-riwayat Al-Ikhtishash.” [http://www.aletra.org/subject.php?id=717]
Lalu masih adakah alasan menolaknya? Sampai disini maka permasalahan tinggal Al-Mufadhdhal bin ‘Umar dan Ibnu Sinan dan di komentar selanjutnya akan kita bahas.
Berikut beberapa keterangan para ulama Syi’ah mengenai periwayatan Al-Mufid. Pertama, oleh Ayatusy-Syaithan Jamil Al-‘Amiliy, dia berkata:
وذلك لأن نقل المفيد للروايات ليس منحصراً بمشايخه فقط ولكن للرواية طريق آخر غير مشايخه الذين اعتاد النقل عنهم
“Hal itu karena penukilan Al-Mufid pada riwayat-riwayat tidaklah terbatas dengan syaikh-syaikhnya saja tetapi dia juga menukil riwayat-riwayat jalur lain dari selain syaikh-syaikhnya yang dia biasa menukil dari mereka” [http://www.aletra.org/subject.php?id=717]
Tetapi hal ini masih bisa ditakwil bahwa nukilan yang dimaksud masih sebatas pada satu thabaqah di atasnya, namun dijelaskan disini oleh Al-‘Allamah Muhammad Mahdiy As-Sayyid Hasan Al-Musawiy Al-Khurasan Ar-Rafidhiy :
إذ أنّ الشيوخ المبدوءة بهم الأسانيد يختلفون في طبقاتهم، فمنهم من شيوخ المفيد(رحمه الله) كأبي غالب الزراري وابن قولويه والصدوق وأضرابهم، ومنهم من طبقة شيوخ هؤلاء المشايخ كمحمّد بن موسى بن المتوكّل، ومحمّد بن الحسن بن أحمد بن الوليد، وأحمد بن هارون الفامي وأمثالهم، ومنهم من هو أعلى طبقة وأبعد زمناً.
وهذا في نظري أمر طبيعي بالنسبة لكتابنا، بعد أن عرفنا أ نّه مستخرج من كتب الأكابر، واُولئكم الأكابر لابدّ من تفاوت شيوخهم لتفاوت طبقاتهم، ومؤلّف كتابنا(رحمه الله) إنّما استخرج من كتبهم أحاديث كما هي سنداً ومتناً، ولا يلزمه أن يكون كلّ رجال أوائل الإسناد من شيوخه، بل يمكن أن يكون فيهم من شيوخه ومن غيرهم ممّن هو أعلى وأقدم بطبقة أو أكثر، بحسب طبقات أصحاب الكتب الأصلية.
“Sesungguhnya syaikh-syaikh yang awal dalam sanad berbeda dalam thabaqah mereka. Diantara mereka termasuk dari syaikh-syaikhnya Al-Mufid seperti Abu Ghalib Az-Zarariy, Ibnu Qulaiwayh, Ash-Shaduq, dan yang semisal mereka. Dan diantara mereka pula adalah dari syaikh-syaikhnya para syaikh Al-Mufid tersebut seperti Muhammad bin Musa bin Al-Mutawakkil, Muhammad bin Al-Hasan bin Ahmad bin Al-Walid, Ahmad bin Harun Al-Famiy, dan yang semisal mereka. Dan diantara mereka adalah dari yang lebih tinggi thabaqahnya dan lebih jauh secara zaman. Hal ini dalam pandanganku adalah perkara yang biasa setelah kami mengetahui bahwa kitab tersebut (Al-Ikhtishah) adalah kitab Mustakhraj dari kitab-kitab para ulama besar. Dan para ulama besar tersebut pastilah berbeda-beda syaikh mereka karena berbedanya thabaqah mereka. Dan muallif kitab kami (Al-Mufid) beliau mengistakhraj hadits-hadits dari kitab-kitab mereka, sanad dan matan. Maka tidaklah harus setiap rijal (perawi) pada awal sanad adalah dari syaikhnya. Bahkan bisa pada mereka ada dari syaikh-syaikhnya dan dari selain mereka yang lebih tinggi dan lebih terdahulu pada thabaqah atau lebih banyak berdasarkan thabaqah-thabaqah para ashhaab (ulama) kitab-kitab asal (yang di-istakhraj).” [http://www.haydarya.com/nashatat/kotob_torath/g1/12.htm]
Dari hal ini kita mengetahui mengapa manhaj periwayatan Al-Mufid dalam Al-Ikhtishash demikian. Lalu kembali kepada Jamil Al-‘Amiliy, ada point penting yaitu dia berkata:
وبالبيان المتقدم يثبت أيضاً صحة روايات الإختصاص
“Dan dengan penjelasan sebelumnya juga menetapkan shahihnya riwayat-riwayat Al-Ikhtishash.” [http://www.aletra.org/subject.php?id=717]
Lalu masih adakah alasan menolaknya? Sampai disini maka permasalahan tinggal Al-Mufadhdhal bin ‘Umar dan Ibnu Sinan dan di komentar selanjutnya akan kita bahas.
Posting Komentar